A Hundred Teleportation

F
330 pengunjung

Tenggelam dalam lautan pikiran, sendirian di dalam sebuah ruangan putih tanpa adanya arah yang jelas ingin ke mana aku pergi. Pikiranku terpecah menjadi kepingan-kepingan kaca. Terdapat seseorang di ujung mataku, di saat aku berpaling aku tidak lagi melihat orang tersebut. Ruangan hampa ini semakin mengecil. Ku coba berlari dan berlari, tetapi ruangan ini tidak memberi ampun. Ruangan ini mengecil dengan kecepatan lebih dari aku berlari. Terdengar suara orang memanggil-manggil namaku.

“Yuuya! Yuuya!”

Di abad 21 ini aku terbangun dari pingsanku. Yuuya, setidaknya begitu cara mereka memanggilku. Laki-laki tulen dan juga seorang mahasiswa semester tiga jurusan bahasa yang biasa saja, tetapi memiliki banyak teman dan bahkan seorang pacar.

“Oh, selamat pagi, Kana.”

“Selamat pagi apanya! Kamu baru saja jatuh dari lantai dua dasar bodoh!!!”

Aku tidak ingat apa yang telah kulakukan sebelum aku pingsan.

“Tenang saja, aku baik-baik saja.”

Yah, memang punggungku terasa agak pegal, sih. Kana menatapku dengan rasa kasihan.

“Apakah kamu bisa berjalan ke kelas?”

Kata temanku yang satunya.

Ada tiga orang berada di sekelilingku. Salah satu di antaranya adalah pacarku, Kana. Orang yang berpenampilan biasa saja dan memiliki tinggi setara dengan bahuku. Meskipun ia orang yang biasa saja, tetapi dia merupakan orang yang suka bekerja keras. Itulah mengapa aku suka padanya.

Dua lainnya adalah teman sekelasku yang aku lupa siapa nama mereka. Memang itu salah satu kebiasaan buruk ku, melupakan nama teman sendiri.

“Memangnya apa yang telah kulakukan sampai-sampai jatuh dari lantai dua? Sepertinya aku tidak akan melakukan hal sebodoh itu.”

Tanyaku pada teman sekelasku yang satunya, dan lagi, aku masih tidak bisa mengingat siapa namanya.

“Hah? Baru saja dan kau sudah lupa? Kau mencoba menyelamatkan gantungan kunci milik pacarmu!”

“Aku tahu gantungan kunci itu penting bagi kita berdua, Yuuya. Namun, kamu lebih penting daripada gantungan kunci ini!”

Aku teringat pernah membuatkan gantungan kunci itu saat ia main ke rumah. Ahhhh~ jadi teringat masa lalu…

Kami sudah sampai ke kelas dan mengikuti kuliah selanjutnya dengan keadaan punggungku yang nyeri. Baiklah, lupakan saja dengan apa yang telah terjadi. Di kelas kami terdapat seratus mahasiswa. Meskipun mereka berasal dari bermacam-macam kondisi sosial dan budaya yang berbeda, kami saling melengkapi satu sama lain.

Omong-omong posisi dudukku berada di samping jendela barisan tengah. Di sampingku terdapat Kana yang sedang menatapku dengan rasa kasihan dan menyuapiku jeruk dari bekalku. Disamping itu, kelas ini lebih berisik daripada biasanya.

“Apakah ibu dosennya tidak masuk lagi hari ini?”

“Mungkin ibunya sedang sakit.”

“Mungkin juga ibu dosen itu bingung mencari tempat parkir hingga tidak dapat mengajar hahaha…..”

Lima belas menit telah berlalu dan ibu dosen tak kunjung datang. Seratus mahasiswa yang sedang menunggu telah merasa bosan, termasuk aku.

Lima belas menit telah berlalu lagi dan ibu dosen juga masih tak kunjung datang. Seratus mahasiswa yang sedang menunggu merasa ingin pulang.

“Sudah cukup! Aku sudah muak! Aku pulang!!!”

Sesaat ia beranjak keluar kelas, aku melihat kilatan cahaya putih yang menyinari seluruh sudut kelas kami. Entah cahaya yang sangat menyilaukan itu datang dari mana, yang aku tahu adalah cahaya tersebut diikuti oleh ekor cahaya selayaknya sebuah komet. Membutakan mata kami seketika.

Pegal rasanya. Apakah aku sedang terbaring di tanah? Aku membuka mata, matahari yang menyilaukan. Aku juga melihat sebuah istana megah berwarna putih bening yang melayang di angkasa.

Aku tidak berada di kelas, aku berada di sebuah padang pasir yang sangat luas. Sebuah tempat yang tidak kuketahui, ditambah aku juga tidak tahu siapa orang-orang ini. Sebagian dari mereka tidak terlihat seperti manusia. Namun, anehnya aku merasa kenal dengan mereka.

“Hey, dimana aku?”

Aku yang kebingungan membalasnya dengan pertanyaan.

“Kamu siapa, ya?”

Tanyaku kepada seorang perempuan yang agak lebih tinggi dariku. Ia berambut panjang berwarna oranye, perawakannya agak berantakan. Ia mengenakan kemeja putih dan menenteng tas Asus ROG.

Namun, saat ini entah mengapa suaraku terasa aneh untuk didengar.

Seperti suara seorang gadis imut.

“Aku Arnold”

“A-A-Arnold? Bagaimana mungkin? Apakah kamu benar-benar Arnold yang kukenal? Arnold yang kukenal seharusnya seorang laki-laki.”

Seketika semua orang yang terdampar di sini menatap ke satu arah. Semuanya melihat ke arah kami dengan tatapan bingung dan syok. Bagaimana tidak, kami menyadari bahwa orang-orang asing di sini merupakan teman mereka sendiri. Termasuk Arnold yang berubah menjadi perempuan..

Arnold terlihat sedang meraba-raba bagian bawahnya.

“Haaa? Anuku menghilang!” kata Arnold.

Aku juga ikut mengeceknya. Aku hanya merasakan kehampaan di selangkanganku.

“Punyaku juga menghilang!”

Arnold yang belum mengetahui identitasku balik bertanya.

“Kamu juga siapa sebenarnya?”

“Aku Yuuya….”

“Yuuya? Beneran nih?”

image

Arnold mendekatiku dan mendadak ia meraba-raba wajahku dengan kebingungan. Seperti ia melihat mainan baru di hadapannya. Ia yang tidak dapat menahan tawa melepaskannya begitu saja.

“Hahaha! Kamu jadi cewek juga rupanya, hahaha!”

“Ngaca gih!”

“Ah iya, kamu benar.”

Kesaktian  kami menghilang. Kami berdua meratapi nasib bersama.

Beberapa dari mereka adalah manusia pada umumnya. Namun, sama sekali tidak aku kenali wajahnya. Ada beberapa elf yang mirip dari komik yang biasa kubaca di waktu luang. Beberapa manusia setengah hewan yang memiliki ekor anjing, kucing, rubah, bahkan juga memiliki telinga hewan. Oh Tuhan, pemandangan ini terlihat seperti komik fantasi yang sering aku baca. Oh tunggu, ada yg punya tanduk di kepalanya.

Lalu aku melihat ada seorang gadis mendekatiku.

“Anu, apakah kamu Yuuya?”

Tanya seorang gadis yang memiliki tinggi sama denganku.

“Ya, aku Yuuya dan dia Arnold, untuk beberapa alasan kami berubah gender.”

“Ini aku, Kana.”

“Ehem, gimana-gimana?” Arnold menyela, sepertinya ia sama bingungnya denganku.

“Bentar bentar, wajah kalian terlihat sama. Seperti anak kembar. Yang membuat kalian berbeda hanyalah rambut kalian.”

“Ah, kau benar!”

Seorang gadis berwajah lugu yang memiliki tinggi yang sama denganku itu ternyata Kana, pacarku sendiri! Ia memiliki rambut perak sedangkan rambutku memiliki warna hitam ke ungu-unguan seperti batu obsidian. Entah bagaimana kami berubah menjadi gadis kembar setelah teleportasi.

“Arnold, sepertinya bukan hanya kita yang berubah wujud!”

“Kita menjadi karakter komik isekai ampas.”

“Yah, kau benar.”

Kami berdua menghela nafas dalam-dalam.

“Hahhh.”

Orang-orang ini mengenakan pakaian yang sama saat sedang berada di dalam kelas. Namun, perawakan mereka berbeda. Sudah dapat dipastikan mereka adalah teman sekelasku.

Aku melihat ada yang maju dan berdiri di atas batu. Ia tampak besar dan gagah sampai-sampai pakaian kemeja yang dipakainya robek-robek. Ah, dia membuangnya, menyisakan pakaian dalamnya. Dalemannya ketat lol. Sepertinya ia ingin memberikan sebuah pengumuman.

“Halo-halo, teman-temanku sekalian! Ini saya, ketua kelas kalian.”

Hooo, ternyata dia adalah bapak ketua ya.

Ia berdiri dengan tegap dan memiliki mata yang tajam, seperti mata elang yang sedang memasang target pada mangsanya.

Dia cukup dekat denganku sih, terkadang kami membahas komik bersama. Meskipun dia yang sekarang terlihat menyeramkan tapi aku yakin dia orang yang easy going.

“Wahai teman-temanku sekalian. Kurang lebih saya sudah mengerti situasinya. Seperti yang bisa kalian lihat kita sudah tidak berada di kelas lagi. Juga mungkin kita sudah tidak berada di bumi.”

Suara dari kerumunan orang di sini semakin tinggi volumenya. Seakan mereka tidak percaya dengan perkataan si ketua.

“Harap tenang harap tenang!” Teriak ketua.

Orang-orang mulai panik dan bertanya-tanya satu sama lain. Juga dapat terlihat beberapa yang mulai menangis dan pingsan di tempat.

Ketua kelas mengangkat tangannya secara perlahan dan tiba-tiba saja ada api yang keluar dari tangannya. Tindakan ketua membuat kerumunan senyap seketika.

“Ini merupakan sihir api. Apakah kalian sudah paham?”

Wah keren, aku juga pengen begituan juga ah.

Namun ya, apa yang dikatakan ketua bilang memang benar. Di samping itu, kepanikan para normies memang tidak bisa dihindarkan.

Ketua kelas melanjutkan pidatonya.

“Kita tidak tahu apa saja yang ada di dunia ini. Dan kita tidak tahu mengenai orang-orang yang ada di dunia ini. Kita harus segera memutuskan tindakan kita selanjutnya.”

“Lalu apakah kita akan tetap berada di padang pasir ini selamanya? Di sini bahkan tidak ada air dan hewan apapun.” saut orang yang memiliki rambut pirang panjang. Oh dia cukup tampan menurutku. Tunggu, pakaian itu? Entahlah aku lupa. Sepertinya dia anak yang kaya raya.

“Tentu kita akan meninggalkan tempat ini. Namun, kita tidak bisa meninggalkan tempat ini bersama-sama. Kita akan berpisah mulai dari sini.”

Lalu orang kaya itu bertanya lagi.

“Mengapa seperti itu? Bukankah akan berbahaya jika kita berpisah? Kita ada seratus orang loh.”

“Justru itu yang membuat kita menjadi ancaman. Dengan seratus orang berjalan bersama, kita akan dianggap sebuah pasukan atau sekumpulan bandit yang ingin menyerang. Apalagi kita berubah menjadi berbagai macam ras dan berkumpul bersama. Aku ingin kita semua berpisah, kalian bisa membentuk kelompok untuk perjalanan masing-masing jika kalian takut berpisah sendirian. Jika tidak ada tanggapan lain saya sudahi pidato ini, SEKIAN.”

Aku mungkin juga setuju dengan ide ketua kelas. Dengan itu mungkin kita hanya dianggap sebagai pengembara atau petualang yang sedang berkeliling.

Lalu setelah ketua menyelesaikan pidatonya, orang-orang mulai berkerumun dan membentuk kelompok. Ada juga yang langsung pergi tanpa mengucapkan apapun.

“Jadi, bagaimana dengan kita?” Tanyaku sambil melihat ke arah Arnold.

“Hey, jangan tanya aku,” saut Arnold.

Ketua menghampiri kami dari belakang.

“Bagaimana kondisi kalian? Apakah kalian baik-baik saja?”

“Ah pak ketua, kami baik-baik saja. Apa kamu tau siapa kami?”

“Ya ya tentu, kalian sudah membuat heboh di sini. Ya sudah kalau kalian baik-baik saja, aku akan mengecek kondisi yang lain.”

“Tunggu pak ketua!” Aku yang penasaran dengan sihir tadi mencegah ketua untuk pergi.

“Hmm, kenapa?”

“Itu… bagaimana cara menggunakan sihir seperti itu?” Aku benar-benar penasaran.

“Apa maksudmu itu?”

Pak ketua menjulurkan tangan besarnya dan mulai mengeluarkan api dari tangannya.

“Ini yang kamu maksud?”

“Nahhh,  iya itu! Aku minta ajarin dong pak.” Aku berlutut sambil  memohon dengan mata yang berbinar di depan pak ketua.

“Bagaimana ya? Jika aku disuruh untuk mengajari, aku sendiri juga tidak mengerti bagaimana api ini bisa keluar. Aku hanya membayangkan api di tanganku, itu saja. Mungkin kamu bisa coba.”

“Baiklah aku coba.”

Aku mengulurkan tanganku. Aku membayangkan bentuk api di tanganku. Aku berusaha sekuat tenaga. Mengerutkan dahi mempercepat hari tua ku. Tidak ada apapun yang terjadi. Aku menyerah.

“Cepat sekali ya,” saut ketua.

“Aku tidak merasakan apapun di tanganku.”

“Aku tidak tahu secara rinci mengenai hal itu, termasuk sihir. Tenang saja, kamu pasti akan mendapatkan sebuah kekuatan. Entah itu sihir atau hal yang lain.”

“Hal yang lain?” Tanyaku penasaran.

“Intinya, sebuah kekuatan pasti ada di dalam dirimu yang sekarang. Tidak perlu  terburu-buru.”

“Hal yang lain ya…. Semoga aku mendapatkan kekuatan anime!”

“Baiklah kalau begitu. Jangan sampai mati ya.” Ketua tersenyum manis sambil meninggalkan kami.

“Itu ketua kan?” tanya Arnold.

“iya, kenapa memangnya?” Aku balik bertanya.

“Kenapa dia punya ekor iblis di belakangnya?”

Aku berbalik dan melihat bagian belakang ketua. Sekitar area bokongnya. Apaan itu? Apakah dia menjadi ras iblis? Jika itu benar, ras iblis mungkin lebih memiliki kepekaan terhadap sihir api. Aku masih tidak tahu-menahu tentang dunia ini. Aku tidak ingin plonga-plongo di dunia ini. Aku harus belajar mengenai dunia ini sesegera mungkin.

“Oi, apa tidak apa-apa percaya pada ketua yang menjadi iblis itu?” tanya Arnold lagi.

“Entahlah, tapi dia terasa seperti ketua yang ku kenal.”

Jika dipikir-pikir, kita juga tidak tahu harus pergi kemana. Meskipun bisa melihat arah mata angin melalui letak matahari. Di lain sisi, aku juga masih memikirkan apa yang ada di dalam istana melayang itu. Aku melihatnya dengan mata  penuh rasa penasaran dan takjub.

“Guys, sepertinya aku masih tertarik dengan istana melayang itu. Kira-kira apa yang ada di dalam istana itu ya? Bagaimana istana itu bisa melayang? Siapa yang ada di istana tersebut? Apa yang-.”

Stop, stop, stop, hey Yuuya. Kita harus mendahulukan dulu prioritas kita. Jika kau mati kami akan kerepotan tahu.” Arnold benar, tujuan utama kami adalah mencari tempat tinggal dan makanan terlebih dahulu. Kami hanya memiliki bekal makan siang dan minum botolan.

“Hey, bagaimana kalau kita berjalan ke arah selatan atau ke utara saja? Kau tahu, kalau kita berada di padang pasir kemungkinan kita berada di dekat bagian khatulistiwa bumi. Kalau kita mengarah ke selatan atau ke utara kita dapat mempersingkat perjalanan kita melewati padang pasir ini,” kata Kana kepadaku.

“Bagaimana menurutmu, Arnold?”

Arnold mengangguk dengan yakin, ia setuju dengan saran ini.

“Baiklah, kalau begitu ayo kita mulai perjalanan kita!”


Leave a comment
Your email address will not be published. Required fields are marked *